Wednesday, February 26, 2020

Contoh Makala Haji dan Umroh



Pengertian Haji dan Umroh, 
Haji berasal dari Bahasa Arab :  حج‎ (Hajjadalah rukun (tiang agamaIslam yang kelima setelah mengucap dua kalimat syahadatsalat 5 waktu, mengeluarkan zakat dan puasa di bulan Ramadhon. sedangkan umroh adalah mengunjungi Ka'bah (biatullah) untuk melaksanakan serangkaian kegiatan ibadah ( thawaf, sa'i, tahallul ) dengan syarat dan ketentuan yang telah ditetapkan dalam al-Qur'an maupun sunnah Rasulillah SAW.

Makala AGAMA 
“HAJI dan UMRAH”

 
  

D
I
S
U
S
U
OLEH : 

                                                  1.    ARINI S
2.    HENDRA KUSDIANTO
3.    ADITYA IKHWAN PRATAMA

FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
JURUSAN TEKNIK INDUSTRI
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
2018


KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul ‘‘HAJI dan UMRAH’’ ini dengan baik meskipun banyak kekurangan didalamnya.
Kami  sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam  rangka menambah wawasan serta pengetahuan kita mengenai HAJI dan UMRAH. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang telah saya buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sekiranya makalah yang  telah disusun ini dapat berguna bagi kami maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang  membangun demi perbaikan di masa depan.



  

                                                                                                        Penulis




                                          DAFTAR ISI
Kata Pengantar …………………………………………………………..
Daftar Isi ………………………………………………………………… 
Bab I Pendahuluan
            I.A. Latar Belakang ………………………………………………..
            I.B. Rumusan Masalah ……………………………………………
            I.B. Tujuan ………………………………………………………...
Bab II Pembahasan
            II.A. Makna, Hukum, dan Keutamaan Haji ……………...………
            II.B. Miqat Haji   …………………….………………………….. 
            II.C. Ihram …………………………………….………………......
            II.D. Fidyah .....................................................................................       
            II.E. Macam-macam Ibadah Haji ....................................................
            II.F. Sifat Haji ..................................................................................
            II.G. Makna dan Hukum Umrah ......................................................
            II.H. Tata Cara Umrah .....................................................................
            II.I. Mengunjungi Masjid Nabawi ...................................................
            II.J. Kurban dan Akikah ..................................................................      
Bab III Penutup
            III.A. Kesimpulan ……..…………………………………………..
            III.B. Saran ………………………………………………………. 
Daftar Pustaka ……………………………………………………………




BAB I
PENDAHULUAN

  
      A.    LATAR BELAKANG
Agama Islam bertugas mendidik dzahir manusia, mensucikan jiwa manusia, dan membebaskan diri manusia dari hawa nafsu. Dengan ibadah yang tulus ikhlas dan aqidah yang murni sesuai kehendak Allah, insya Allah akan menjadi orang yang beruntung. Ibadah dalam agama Islam banyak macamnya. Haji dan umroh adalah salah satunya. Haji merupakan rukun iman yang kelima setelah syahadat, sholat, zakat, dan puasa. Ibadah Haji dan Umrahi adalah ibadah yang baik karena tidak hanya menahan hawa nafsu dan menggunakan tenaga dalam mengerjakannya, namun juga semangat dan harta.

       Dalam mengerjakan Haji dan Umrah, diperlukan penempuhan jarak yang demikian jauh untuk mencapai Baitullah, dengan segala kesukaran dan kesulitan dalam perjalanan, berpisah dengan sanak keluarga hanya dengan satu tujuan untuk mencapai kepuasan batin dan kenikmatan rohani.
  
      B. RUMUSAN MASALAH

 1.   Makna, Hukum dan keutamaan Haji ?2.       Pengertian Haji ?3.      Pengertian Ihram ?4.      Pengertian Fidyah ?5.      Macam-macam Ibadah Haji ?
6.   Sifat Haji ?7.   Makna dan Hukum Umrah ?8.   Tata Cara Umrah ?9.   Pengertian mengunjungi Masjid Nabawi ?10. Pengertian Kurban dan Akikah 

 C.    TUJUAN
 1.      Mengetahui makna, hukum dan keutamaan Haji2.      Mengetahui pengertian Miqat Haji3.      Mengetahui pengertian Ihram4.      Mengetahui penggertian Fidyah5.      Mengetahui macam-macam ibadah Haji
6.   Mengetahui sifat Haji7.   Mengetahui makna dan hukum Umrah8.   Mengetahui tata cara Umrah9.   Mengetahui pengertian mengunjungi Masjid Nabawi10. Mengetahui pengertian Kurban dan Akikah                              
  
BAB II
PEMBAHASAN

1.       Makna, Hukum dan Keutamaan Haji
a.      Makna Haji
Haji berasal dari Bahasa Arab :  حج‎ (Hajj) adalah rukun (tiang agama) Islam yang kelima setelah mengucap dua kalimat syahadat, salat 5 waktu, mengeluarkan zakat dan puasa di bulan Ramadhon. Menunaikan ibadah haji adalah bentuk ritual tahunan yang dilaksanakan kaum muslim sedunia yang mampu (material, fisik, dan keilmuan) dengan berkunjung dan melaksanakan beberapa kegiatan di beberapa tempat di Arab Saudi pada suatu waktu yang dikenal sebagai musim haji (bulan Zulhijah). Hal ini berbeda dengan ibadah umrah yang bisa dilaksanakan sewaktu-waktu.
Kegiatan inti ibadah haji dimulai pada tanggal 8 Zulhijah ketika umat Islam bermalam di Mina, wukuf (berdiam diri) di Padang Arafah pada tanggal 9 Zulhijah, dan berakhir setelah melempar jumrah (melempar batu simbolisasi setan) pada tanggal 10 Zulhijah. Masyarakat Indonesia lazim juga menyebut hari raya Idul Adha sebagai Hari Raya Haji karena bersamaan dengan perayaan ibadah haji ini.
Secara lughawi, haji berarti menyengaja atau menuju, mengunjungi, atau berziarah. Menurut etimologi (bahasa) kata haji mempunyai arti qashd, yakni tujuan, maksud, dan menyengaja. Menurut istilah syara’, haji ialah menuju ke Baitullah dan tempat-tempat tertentu untuk memenuhi panggilan Allah dan mengharapkan rida – Nya yang telah ditentukan syarat dan waktunya serta melaksanakan amalan-amalan ibadah tertentu pula. Yang dimaksud dengan temat-tempat tertentu dalam definisi diatas, selain Ka’bah dan Mas’a(tempat sa’i), juga Arafah, Muzdalifah, dan Mina. Yang dimaksud dengan waktu tertentu ialah bulan-bulan haji yang dimulai dari Syawal sampai sepuluh hari pertama bulan Zulhijah. Adapun amal ibadah tertentu ialah thawaf, sa’i, wukuf, mazbit di Muzdalifah, melontar jumrah, mabit di Mina, dan lain-lain.
Apabila seorang muslim menjalankan ibadah haji maka ia akan di beri gelar haji, haji adalah sebutan atau gelar untuk pria muslim yang telah berhasil menjalankan ibadah haji. Umum digunakan sebagai tambahan di depan nama dan sering disingkat dengan “H”. Dalam hal ini biasanya para Haji membubuhkan gelarnya dianggap oleh mayoritas masyarakat sebagai tauladan maupun contoh di daerah mereka. Bisa dikatakan sebagai guru atau panutan untuk memberikan contoh sikap secara lahiriah dan batiniah dalam segi Islam sehari-hari

b.      Hukum Haji
Hukum menunaikan ibadah haji adalah wajib bagi setiap muslim yang mampu dan berkewajiban itu hanya sekali seumur hidup. Apabila melakukannya lebih dari satu kali, maka haji yang kedua dan seterusnya hukumnya sunnah.
1.      Sesuai dengan firman Allah dalam Surah Ali – Imran (3) : 97.
وَلِلّهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلاً
Artinya : Dan (diantara) kewajiban manusia terhadap Allah adalah melaksanakan ibadah haji ke Baitullah, yaitu bagi orang – orang yang mampu mengadakan perjalanan kesana.
Adapun yang dimaksud istita’ah (mampu dan kuasa) dalam melaksanakan ibadah haji adalah sebagai berikut :
1. Menguasai tata cara pelaksanaan haji
2. Syarat mampu bagi laki-laki dan perempuan adalah :
(a)  mampu dari sisi bekal dan kendaraan,
(b)  sehat jasmani , artinya tidak dalam keadaan sakit atau mengidap penyakit yang  dapat membahayakan dirinya atau jemaah lain. Selain itu juga adanya persiapan mental dengan cara menyucikan hati seperti berdoa, berzikir atau bersedekah,
(c)  jalan penuh rasa aman,
(d)  mampu melakukan perjalanan.
3. Mampu dari sisi bekal mencakup kelebihan dari tiga kebutuhan:
(a) nafkah bagi keluarga yang ditinggal dan yang diberi nafkah
(b) kebutuhan keluarga berupa tempat tinggal dan pakaian,
(c) penunaian utang.
4. Syarat mampu yang khusus bagi perempuan adalah:
(a) ditemani suami atau mahrom,
(b) tidak berada dalam masa ‘iddah.
5. Memiliki biaya untuk perjalanan ke tempat haji.

2. Dalil As Sunnah
Dari Ibnu ‘Umar, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
بُنِىَ الإِسْلاَمُ عَلَى خَمْسٍ شَهَادَةِ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ ، وَإِقَامِ الصَّلاَةِ ، وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ ، وَالْحَجِّ ، وَصَوْمِ رَمَضَانَ
Islam dibangun di atas lima perkara: bersaksi tidak ada sesembahan yang berhak disembah selain Allah dan mengaku Muhammad adalah utusan-Nya, mendirikan shalat, menunaikan zakat, berhaji dan berpuasa di bulan Ramadhan.” (HR. Bukhari no. 8 dan Muslim no. 16).
Hadits ini menunjukkan bahwa haji adalah bagian dari rukun Islam. Ini berarti menunjukkan wajibnya.
Dari Abu Hurairah, ia berkata,
« أَيُّهَا النَّاسُ قَدْ فَرَضَ اللَّهُ عَلَيْكُمُ الْحَجَّ فَحُجُّوا ». فَقَالَ رَجُلٌ أَكُلَّ عَامٍ يَا رَسُولَ اللَّهِ فَسَكَتَ حَتَّى قَالَهَا ثَلاَثًا فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « لَوْ قُلْتُ نَعَمْ لَوَجَبَتْ وَلَمَا اسْتَطَعْتُمْ
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah berkhutbah di tengah-tengah kami. Beliau bersabda, “Wahai sekalian manusia, Allah telah mewajibkan haji bagi kalian, maka berhajilah.” Lantas ada yang bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah setiap tahun (kami mesti berhaji)?” Beliau lantas diam, sampai orang tadi bertanya hingga tiga kali. Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam lantas bersabda, “Seandainya aku mengatakan ‘iya’, maka tentu haji akan diwajibkan bagi kalian setiap tahun, dan belum tentu kalian sanggup” (HR. Muslim no. 1337). Sungguh banyak sekali hadits yang menyebutkan wajibnya haji hingga mencapai derajat mutawatir (jalur yang amat banyak) sehingga kita dapat memastikan hukum haji itu wajib.

 
C.   Keutamaan Haji
  1. Ibadah haji dapat menghapus dosa-dosa kecil dan besar yang terjadi sebelum berhaji.
  2. Melaksanakan haji berpahala jihad.
  3. Orang yang pergi haji adalah tamu Allah. Apapun permintaannya akan dikabulkan. Biaya hajinya oleh Allah diganti.
  4. Orang yang berhaji doanya terkabulkan sampai selesai pelaksanaan haji. Jadi, jika melaksanakan haji selama 1 bulan, maka selama itu juga doanya maqbul, berkat tujuan hajinya.
  5. Biaya yang digunakan berhaji laksanan pahala membiayai perang fi sabilillah, dengan nilai yg dilipatkan 700 kali.
  6. Biayanya setara dengan 40 juta dirham dalam 1dirhamnya. Bisa dibilang, dalam 1 jutanya bernilai 40 juta pengeluaran untuk niat baiknya. Sedangkan pahalanya dilipatkan 700 kali.
  7. Pengeluaran uang yang digunakan haji tidak akan membuat miskin, juteru akan semakin bertambah.
  8. Orang berhaji selalu mendapatkan pertolongan dari Allah, seperti perajurit perang fi sabilillah, suami istri alias, dan budak mukatab.
  9. Orang berhaji bisa memberikan syafaat kpd 400 keluarganya.
  10. Orang berhaji mendapatkan ampunan dari Allah, walaupun orang yang zhalim.
  11. Orang berhaji diampuni begitu juga orang yang dimohonkan ampunannya kepada Allah. Waktu yang bisa memohonkan ampunan untuk orang lain berlaku sampai bulan muharram, shafar, dan 10 hari bulan rabi’ul awal. Oleh karena itu, kunjungilah orang yang baru datang haji untuk meminta doanya, agar terkabulkan.
  12. Orang-orang yang berhaji ketika di Arofah oleh Allah dibangga-banggakan kepada para malaikat. Jika demikian, sudah tentu keluar dari Arofah dosanya telah diampuni. Secara logika, Allah tidak akan membagakan orang yang masih memiliki dosa kan, tapi yang punya hutang tetap wajib dilunasi loh, yaaa!!!
  13. Orang berhaji adalah ahli surga, tanpa diragukan, tapi jika setelah haji mengerjakan dosa lagi, itu masuk dalam catatan baru. Artinya, yangg lalu tidak usah dipikirkan, tapi yang akan datang harus dijaga.
    Smg bermanfaat dan mnambah smangat. Allahu akbar!!!

2.      Miqat Haji
Miqat (Arab: ميقات) adalah batas bagi dimulainya ibadah haji (batas-batas yang telah ditetapkan). Apabila melintasi miqat, seseorang yang ingin mengerjakan haji perlu mengenakan kain ihram dan memasang niat. Miqat digunakan dalam melaksanakan ibadah haji dan umrah.
Miqat terdiri dari dua jenis :
  1. Miqat Zamani (ﻣﻴﻘﺎﺕ ﺯﻣﺎﻧﻲ) - batas yang ditentukan berdasarkan waktu:
    • Bagi haji, miqat bermula pada bulan Syawal sampai terbit fajar tanggal 10 Zulhijah yaitu ketika ibadah haji dilaksanakan.
    • Bagi umrah, miqat zamani bermula pada sepanjang tahun pada waktu umrah dapat dilakukan.
  2. Miqat Makani (ﻣﻴﻘﺎﺕ ﻣﻛﺎﻧﻲ) - batas yang ditentukan berdasarkan tempat:
    • Bagi mereka yang tinggal di Makkah, tempat untuk ihram haji adalah Makkah itu sendiri (rumah sendiri). Untuk umrah ialah keluar dari tanah haram Makkah yaitu sebaiknya di Ji'ranah, Tan'eim atau Hudaibiyah.
    • Bagi mereka yang datang dari sebelah timur seperti Indonesia, Malaysia, Singapura dan kebanyakan negara Asia lain, tempatnya adalah di Yalamlam (ﻳﻠﻣﻠﻢ). Adapun pendapat yang mengatakan Jeddah (ﺟﺪﻩ).sebagai miqat bertolak belakang dengan dalil yang shahih,
    • Bagi yang datang dari barat seperti Mesir, miqatnya di Juhfah (ﺟﺤﻔﻪ).
    • Bagi yang datang dari selatan seperti Yaman, tempat untuk berihram adalah Qarnul Manazil (ﻗﺮﻦﺍﻠﻣﻨﺎﺯﻝ).
    • Bagi yang datang dari Madinah, tempatnya di Dzulhulaifah Bir Ali (Abyar 'Ali) (ﺫﻭﺍﻟﺣﻠﻴﻔﻪ ﺍﺑﻳﺎﺭ ﻋﻠﻲ).
    • Bagi yang datang dari bahagian Iraq pula adalah di Dzatu 'Irq (ﺫﺍﺕ ﻋﺮﻕ).
3.       Ihram
Menurut bahasa :  berasal dari kata أحرم يحرم إحراماً yaitu terlarang atau tercegah.
Menurut istilah: Niat untuk mengerjakan haji atau umroh bagi kaum muslimin yang hendak menunaikan “Ibadah Haji ataupun Umroh” ke Tanah suci Mekah. Dengan menggunakan pakaian Ihram yaitu pakaian putih yang disebut juga pakaian suci. Ihram bagi pria adalah pakaian yang bersifat unik dan spesifik karena tidak boleh dijahit. Cara memakainya dililitkan ke sekeliling tubuh. Mengenkan pakaian ihram merupakan pertanda ibadah haji mulai dilakukan.
 Dinamakan “ihram” karena dengan berniat masuk ke dalam pelaksanaan ibadah haji atau umrah, seseorang dilarang berkata dan beramal dengan hal-hal tertentu, seperti jima’, menikah, melontarkan ucapan kotor, dan lain-sebagainya.
4.      Fidyah
Fidyah atau fidaa atau fida` adalah satu makna. Yang artinya, apabila dia memberikan tebusan kepada seseorang, maka orang tersebut akan menyelamatkannya Di dalam kitab-kitab fiqih, fidyah, dikenal dengan istilah "ith'am", yang artinya memberi makan. Adapun fidyah yang akan kita bahas di sini ialah, sesuatu yang harus diberikan kepada orang miskin, berupa makanan, sebagai pengganti karena dia meninggalkan puasa.
5.      Macam-macam Ibadah Haji

 a. Haji Ifrad

Haji Ifrad yaitu pelaksanaan ibadah haji yang caranya dilakukan secara terpisah antara haji dengan umrah. Ibadah haji dan ibadah umrah dilakukan secara terpisah dan dengan waktu yang berbeda meskipun tetap dalam satu musim haji. Dalam haji ifrad, ibadah haji terlebih dahulu dilakukan kemudian melakukan ibadah umrah dan tetap dalam satu musim haji.
Adapun tata cara pelaksanaan haji ifrad yaitu:
a. Melakukan ihram dari miqat dengan niat haji
b. Selanjutnya kembali ihram dari miqat dengan niat umrah
c. Pada haji ifrad tidak ada pembayaran dam atau denda
d. Disunahkan tawaf qudum pada haji ifrad

b. Haji Qiran

Qiran mengandung arti bersama-sama yaitu ibadah haji maupun ibadah umrah secara bersama-sama dilaksanakan. Dengan kata lain, bahwa semua pelaksanaan umrah sudah termasuk dalam pelaksanaan ibadah haji.
Adapun tata pelaksanaan haji qiran yaitu:            
a. Melakukan ihram dari miqat dengan niat haji dan umrah
b. Melakukan seluruh rangkaian pelaksanaan ibadah haji
c. Pada haji qiran diharuskan membayar dam atau denda


6.      Sifat Haji
1.      Manasik
Manasik haji ada tiga macam, Tamattu’, Ifrod dan Qiron
a.    Tamatu
Tamattu’ adalah dia berihrom untuk umroh saja di bulan-bulan haji (bulan-bulan haji adalah Syawwal, Dzulqoidah dan Dzulhijjah. Silahkan melihat di kitab As-Syarkh AL-Mumti’, 7/62). Ketika sampai Mekkah, towaf dan sa’I untuk umroh. Kemudian gundul atau memendekkan rambutnya dan bertahallul dari ihromnya. Ketika pada hari tarwiyah yaitu hari kedelapan Dzulhijjah, maka dia berihrom untuk haji saja. Dan melakukan semua (amalan) haji. Maka orang yang melakukan haji tamattu’ melakukan umroh secara sempurna dan melakukan haji secara sempurna.
b.   Ifrod
Ifrod adalah berihrom untuk haji saja. Ketika sampai di Mekkah, malakukan towaf qudum, dan sa’I untuk haji. Tanpa menggundul atau memendekkan rambutnya. Dan tidak boleh tahallul dari ihromnya. Bahkan tetap dalam kondisi ihrom sampai tahallul setelah melempar Jumroh Aqobah hari Id. Kalau sa’I hajinya diakhirkan sampai setelah towaf haji (ifadhoh), maka tidak mengapa.
c.     Qiron
Qiron adalah berihrom dengan haji dan umroh bersamaan atau berihrom untuk umroh dahulu kemudian memasukan haji ke umroh sebelum memulai towaf (hal itu dengan meniatkan  bahwa towaf dan sa’inya untuk haji dan umroh). Pelaksanaan haji qorin sama dengan haji ifrod. Kecuali kalau haji qiron harus menyembelih hadyu sementara hai ifrod tidak ada hadyunya.
Manasik yang terbaik dari tiga macam ini adalah tamattu’. Yaitu yang diperintahkan Nabi sallallahu’alaihi wa sallam dan menganjurkannya. Sampai kalau seseorang melakukan ihrom dengan qiron atau ifrod, maka sangat ditekankan untuk merubah ihromnya ke umroh kemudian tahallul agar menjadi tamattu’. Meskipun hal itu setelah dia melaksanakan towaf qudum dan sai. Karena Nabi sallallahu’alaihi wa sallam ketika towaf dan sai waktu haji wada’ bersamanya para shahabat. (beliau) memerintahkan kepada orang yang tidak membawa hadyu untuk merubah ihromnya menjadi umroh dan memendekkan (rambut) kemudian bertahallul. Beliau mengatakan, ‘Kalau sekiranya saya tidak membawa hadyu, maka akan saya lakukan seperti apa yang saya perintahkan kepada kamu semua.
2.      Ihrom
Amalan disini termasuk sunnah ihrom yang telah disebutkan dalam soal yang disebutkan tadi dengan mandi, memakai minyak wangi dan shalat.
Kemudian berihrom setelah selesai shalat atau setelah menaiki kendaraannya. Kalau dia melaksanakan haji tamattu’ mengucapkan ‘Labbaik Allahumma bi umroh. Kalau qiron mengucapkan ‘Labbaik Allahuma bilhajji wa umroh. Kalau ifrod mengucapkan ‘Labbaika Allahumma Hajjan. Kemudian mengucapkan ‘Allahumma hazihi hajjan la riya’an wa la sum’atan (Ya Allah, haji ini bukan karena riya’ (pamer) tidak juga sum’ah (agar didengar orang).
Kemudian bertalbiyah dengan apa yang Nabi sallallahu’alaihi wa sallam talbiyahkan yaitu ‘Labbaik Allahumma labbaik, Labbaika la syarika laka labbaik, innal hamda wan nikmata laka wal mulk, la syarika laka (Kami penuhi panggilanMU Ya Allah, kami penuhi panggilanMu. Kami penuhi panggilanMu tiada sekutu bagi Anda kami penuhi panggilanMu, sesungguhnya segala pujian, kenikmatan dan kerajaan hanya milikMu tidak ada sekutu bagiMu).
Diantara talbiyah Nabi sallallahu’alaihi wa sallam juga, ‘Labbaika ilahl haq (kami penuhi panggilanMu Tuhan Yang Benar). Biasanya Ibnu Umar radhiallahu’anhuma menambahi dalam talbiyahnya dengan mengucapkan, ‘Labbaika wa sa’daika, wal khairu bi yadaik, war rogba ilaika wal amal (kami penuhi panggilanMu dan kebahagiaan untukMu, semua kebaikan ditanganMu, keinginan dan beramal kepadaMu).
Lelaki mengeraskan suaranya untuk itu. Sementara wanita mengucapkan sekedar terdengar orang yang disampingnya. Kecuali kalau disampingnya lelaki bukan mahramnya, maka dia bertalbiyah dengan lirih.
Kalau ada orang berihrom khawatir ada halangan yang menghalangi untuk menyempurnakan manasik (seperti sakit, musuh, dipenjara atau semisal itu) maka seyogyanya dia mensyaratkan ketika berihrom dengan mengatakan, ‘In habasaniya habis, fa mahilli haitsu habastani (kalau ada penghalang yang menghalangiku, maka tahalullku ditempat dimana saya terhalangi). Artinya kalau ada halangan yang menghalangiku untuk menyempurnakan manasikku baik sakit atau terlambat atau semisalnya, maka saya bertahallul dari ihromku. Karena Nabi sallallahu’alaihi wa sallam memerintahkan Dhubabah binti Zubair dimana beliau ingin ihrom padahal dalam kondisi sakit untuk mensyaratkan dan beliau bersabda, ‘Sesungguhnya anda, untuk Tuhanmu apa yang telah anda syaratkan.’ HR. Bukhori, 5089 dan Muslim, 1207. Kapan saja dia mensyaratkan dan terjadi apa yang menghalanginya dalam menyempurnakan manasiknya, maka dia (boleh) tahallul dari ihromnya dan tidak terkena apa-apa.
Sementara orang yang tidak takut adanya halangan yang menghalanginya untuk menyempurnakan manasiknya. Maka tidak sepatutnya dia bersyarat. Karena Nabi sallallahu’alaihi wa sallam tidak bersyarat dan tidak memerintahkan masing-masing untuk bersyarat. Akan tetapi beliau memerintahkan Dhubabah binti Zubair karena ada penyakit padanya.
Seyogyanya bagi orang yang berihrom, memperbanyak bertalbiyah. Apalagi terjadinya perubahan kondisi dan waktu. Seperti ketika melewati tempat yang tinggi atau turun di tempat yang rendah. Atau datang waktu malam atau siang. Hendaknya memohon kepada Allah akan keredoan-Nya dan mendapatkan surga. Serta meminta perlindungan dengan rahmat-Nya dari neraka.
Talbiyah dianjurkan dalam umroh dari mulai ihrom sampai memulai towaf. Dalam haji, dari ihrom sampai melempar jumroh aqobah pada hari raya.
3.      Mandi ketika masuk Mekkah
Seyogyanya mandi ketika mendekati Mekkah untuk masuk ke Mekkah kalau hal itu mudah baginya. Karena Nabi sallallahu’alaihi wa sallam mandi ketika masuk Mekkah. HR. Muslim, 1259.
Ketika masuk ke masjidil haram, mendahulukan kaki kanannya dan membaca doa:
بسم الله والصلاة والسلام على رسول الله اللهم اغفر لي ذنوبي وافتح لي أبواب رحمتك أعوذ بالله العظيم وبوجهه الكريم وبسلطانه القديم من الشيطان الرجيم
‘Dengan nama Allah, shalawat dan salam semoga terlimpahkan kepada Rasulullah. Ya Allah ampunilah dosa-dosaku. Bukakanlah pintu rahmat-Mu untukku. Saya berlindung kepada Allah yang Maha Agung, dengan wajah-Nya yang Maha Mulia dan dengan kekuasaan-Nya yang lama dari syetan yang terkutuk.
4.      Kemudian menuju ke Hajar Aswad
Pergi ke Hajar Aswad untuk memulai towaf. Telah disebutkan sifat towaf dalam soal no. 31819. Kemudian setelah towaf shalat dua rakaat, menuju ke tempat sa’i dan melakukan sai antara shafa dan marwah. Telah ada penjelasan sifat sai dalam soal no. 31819.
Bagi yang melakukan haji tamattu’, sainya untuk umroh. Sementara bagi yang melakukan haji ifrod dan qiron, sainya untuk haji. Dan dapat diakhirkan sai keduanya sampai setelah towaf ifadhoh.
5.      Menggundul atau memendekkan
Kalau orang yang melakukan haji tamattu’ telah selesai sai tujuh kali putaran, menggundul kepalanya kalau dia lelaki atau memendekkan rambutnya. Menggundul harus mencakup semua (rambut) kepala. Begitu juga dalam memendekkan mencakup semua sisi rambut kepalanya. Menggundul lebih baik dari pada memendekkan. Karena Nabi sallallahu’alaihi wa sallam mendoakan kepada orang yang gundul tiga kali dan yang memendekkan sekali. HR. Muslim, 1303.
Kecuali kalau waktu haji dekat, dimana tidak memungkinkan tumbuh rambut kepala. Maka yang lebih utama adalah memendekkan agar tersisa rambut baginya untuk digundul waktu haji. Dengan dalil bahwa Nabi sallallahu’alaihi wa sallam, ‘Beliau memerintahkan para shahabatnya dalam haji wada’ untuk memendekkan untuk umroh. Karena mereka datang pada pagi hari keempat Dzulhijjah. Sementara wanita, maka dia memendekkan rambutnya sepanjang ruas jemari tangan. Dari sini, maka telah sempurna umroh bagi jamaah yang melakukan haji tamattu’. Dan bertahallul secara sempurna. Melakukan seperti orang yang halal dari memakai baju, wewangian, mendatangi istrinya dan selain dari itu.
Sementara yang melakukan ifrod dan qiron keduanya tidak menggundul atau memendekkan, tidak tahallul dari ihromnya. Bahkan tetap dalam ihromnya sampai tahallul hari id setelah melempar jumroh aqobah, menggundul atau memendekkan.
Kemudian ketika hari tarwiyah yaitu hari kedelapan Dzulhijjah, yang melakukan haji tamattu’ melakukan ihrom haji pada pagi hari dari tempat tinggalnya di Mekkah. Dianjurkan ketika berihrom untuk haji, melakukan amalan seperti berihrom waktu umroh dengan mandi, memakai wewangian dan shalat. Dan dia berniat melakukan haji dan bertalbiyah dengan mengatakan, ‘Labbaik Allahuma hajjan. Kalau dia khawatir ada penghalang yang menghalangi untuk menyempurnakan hajinya, maka (diperbolehkan) bersayarat dengan mengatakan, ‘Wa in habasi habis, famahilli haitsu habastani. Kalau tidak ada kekhawatiran ada pengghalang, maka tidak perlu bersyarat. Dianjurkan mengeraskan dalam bertalbiyah sampai memulai melempar jumroh aqobah pada hari raya.

   
6.      Pergi ke Mina
Kemudian pergi ke Mina. Disana melakukan shalat zuhur, asar, magrib, isya’ dan fajar. Dengan diqosor tanpa dijama’. Karena Nabi sallallahu’alaihi wa sallam dahulu beliau mengqosor tanpa dijama’. Qosor adalah menjadikan shalat yang empat rakaat menjadi dua rakaat. Penduduk Mekkah dan lainnya mengqosor (shalat) di Mina, Arofah dan Muzdalifah. Karena Nabi sallallahu’alaihi wa sallam biasanya beliau shalat dengan orang-orang pada haji wada’ bersamanya penduduk Mekkah. Sementara beliau tidak memerintahkan mereka untuk menyempurnakan. Kalau sekiranya wajib bagi mereka, maka mereka akan diperintahkannya sebagaimana beliau perintahkan pada tahun penaklukan Mekkah. Akan tetapi karena bangunan Mekkah melebar sampai masuk Mina, maka seakan-akan (Mina) termasuk salah satu kampung diantara kampung Mekkah. Maka penduduk Mekkah tidak mengqosornya.
7.      Pergi ke Arofah
Ketika matahari telah terbit pada hari Arofah, maka berjalan dari Mina ke Arofah. Dan turun di Namiroh sampai waktu zuhur (Namirah adalah tempat (wadi) sebelum Arofah) kalau hal itu memudahkan baginya. Kalau tidak, maka tidak mengapa. Karena turun di Namiroh bukan merupakan suatu kewajiban. Ketika matahari tergelincir (yakni telah memasuki waktu zuhur) maka melakukan shalat zuhur dan asar dua rakaat, dua rakaat dijama’ keduanya dengan jama’ takdim. Sebagaimana  prilaku Nabi sallallahu’alaihi wa sallam, agar mempunyai waktu panjang untuk wukuf dan berdoa.
Kemudian setelah selesai shalat. Mengfokuskan untuk zikir, doa dan menghadap kepada Allah Azza Wa Jallah berdoa kepada-Nya dengan apa yang disukainya sambil mengangkat kedua tangan dan menghadap kiblat. Meskipun bukit  Arafah dibelakangnya, karena yang sesuai sunnah adalah menghadap kiblat bukan menghadap bukit. Nabi sallallahu’alaihi wa sallam ketika wukuf di bukit dan mengatakan, ‘Saya wukuf di sini, dan Arafah semuanya adalah tempat wukuf.
Biasanya kebanyakan doa Nabi sallallahu’alaihi wa sallam pada wukuf  yang agung adalah:
لا إله إلا الله وحده لا شريك له له الملك وله الحمد وهو على كل شيء قدير
‘Tiada tuhan (yang berhak disembah) melainkan Allah saja, tiada sekutu baginya. Semua kerajaan dan pujian hanya milik-Nya. Dan Dia mampu terhadap segala sesuatu.

Kalau terjadi kejenuhan dan dia ingin menghilangkan dengan berbicara kepada teman-temannya dengan pembicaraan yang bermanfaat. Atau membaca sedikit dari kitab yang bermanfaat terutama terkait dengan kedermawanan Allah dan luasnya pemberian-Nya agar menguatkan sisi pengharapan pada hari itu, maka hal itu bagus. Kemudian kembali menghadap kepada Allah dan berdoa. Dan sangat perlu dijaga pada waktu akhir siang dengan berdoa, karena sebaik-baik doa adalah doa di hari Arofah.
8.      Pergi ke Muzdalifah                                     
Ketika matahari terbenam, maka pergi ke Muzdalifah. Ketika sampai di sana, maka shalat magrib dan isya’ dengan satu azan dan dua iqamah. Kalau dia khawatir tidak sampai di Muzdalifah kecuali telah memasuki pertengahan malam, maka dia shalat di jalan. Tidak diperbolehkan mengakhirkan shalat sampai setelah pertengahan malam. Dan mabit (bermalam) di Muzdalifah, ketika telah jelas fajar. Tunaikan segera shalat fajar dengan azan dan iqamah, kemudian menuju ke tempat Masy’aril Haram (yaitu tempat masjid yang ada di Muzdalifah). Mengesakan Allah, bertkabir dan berdoa dengan apa yang disukainya sampai kelihat kekuning-kuningan (kekuning-kuningan adalah penampakan cahaya siang sebelum terbit matahari). Kalau tidak memungkinkan pergi ke Masy’aril Haram, cukup berdoa di tempatnya berdasarkan sabda Nabi sallallahu’alaihi wa sallam, ‘Saya berhenti disini, dan semua Muzdalifah adalah tempat untuk berhenti (mabit). Kondisi ketika zikir dan berdoa adalah menghadap kiblat sambil mengangkat kedua tangannya.
9.      Pergi ke Mina
Ketika telah kuning benar dan belum terbit matahari, pergi menuju ke Mina. Dan berjalan cepat ketika melintasi wadi mahsar (yaitu wadi antara Muzdalifah dan Mina). Sesampainya di Mina, melempar jumroh aqobah, yaitu jumrah terakhir yang mendekati Mekkah (Jumrah terdekat dari Mekkah). Dengan tujuh kerikil sebesar biji kurma, secara berturut-turut. Satu dengan yang lainnya. Disertai takbir pada setiap lemparan. (sunnahnya ketika melempar jumroh aqobah, menghadap jumroh sementara Mekkah pada sisi kirinya dan Mina pada sisi kanannya). Selesai melempar, menyembelih hadyu kemudian menggundul rambut atau memendekkan kalau dia lelaki. Kalau wanita, cukup dipendekkan sepanjang ruas jemari (dengan begitu orang yang ihrom telah tahallul awal, dihalalkan baginya segala sesuatu kecuali berhubungan dengan istrinya). Kemudian pergi ke Mekkah, melakukan towaf dan sai untuk haji (kemudian dia dapat bertahallul kedua, sehingga dihalalkan baginya segala sesuatu yang sebelumnya diharamkan disebabkan berihrom).

Sunnahnya memakai wewangian kalau dia ingin pergi ke Mekkah untuk towaf setelah melempar dan menggundul. Berdasarkan perkataan Aisyah radhiallahu’anha:
كنت أطيب النبي صلى الله عليه وسلم  لإحرامه قبل أن يحرم ولحله قبل أن يطوف بالبيت " رواه البخاري (1539) ومسلم (1189) .
‘Saya biasanya memberi minyak wangi kepada Nabi sallallahu’alaihi wa sallam untuk ihromnya sebelum berihrom dan waktu halalnya sebelum melakukan towaf di Mekkah.’ HR. Bukhori, 1439 dan Muslim, 1189.
Kemudian setelah towaf dan sai kembali ke Mina untuk mabit di sana pada dua malam, hari kesebelas dan dua belas. Dan melempar tiga jumroh pada dua hari tadi setelah tergelincir matahari. Yang lebih utama ketika pergi melempar dengan berjalan kaki. Kalau naik kendaraan, tidak apa-apa.
10.  Melempar Jumrah
Melempar jumrah pertama, yaitu jumrah yang terjauh dari Mekkah yang terdekat dengan Masjid Khoif. Melempar tujuh lemparan kerikil secara berurutan satu dengan lainnya. Dan bertakbir pada setiap lemparan. Kemudian maju sedikit dan berdoa panjang dengan apa yang disukainya. Kalau memayahkan lamanya berdiri dan berdoa. Maka berdoa yang mudah baginya, meskipun sebentar agar mendapatkan sunnah. Kemudian melempar jumrah wustho (tengah) dengan tujuh kerikil secara berurutan, bertakbir pada setiap lemparan dan mengambil posisi sebelah kiri berdiri sambil menghadap kiblat. Mengangkat kedua tangan dan berdoa panjang kalau memudahkan baginya. Kalau tidak mungkin, berdiri yang mudah baginya. Seyogyanya jangan meninggalkan berdiri untuk doa. Karena ia adalah sunnah, kebanyakan orang meremehkannya. Mungkin ketidak tahuan atau meremehkannya. Setiap kali sunnah hilang, maka menyebarkan diantara orang-orang lebih ditekankan agar tidak ditinggalkan dan mati.
Kemudian melempar jumrah Aqobah dengan tujuh kerikil secara berurutan, bertakbir pada setiap lemparan dan pulang tidak ada doa setelahnya.



Ketika telah sempurna melempar jumrah di hari kedua belas. Kalau dia ingin ta’jjul (bersegera meninggalkan Mina) maka keluar dari Mina. Kalau ingin diakhirkan, maka dia bermalam di Mina pada hari ketiga belas dan melempar ketiga jumrah setelah tergelincir matahari seperti tadi. Mengakhirkan itu yang lebih utama. Tidak diwajibkan bermalam (hari ketiga belas) kecuali ketika matahri terbenam di hari kedua belas sementara dia masih di Mina, maka dia diharuskan mengakhirkan sampai melempar ketiga jumroh setelah tergelincir pada keesokan harinya. Akan tetapi kalau matahari telah terbenam sementara dia masih di Mina hari kedua belas tanpa keinginannya. Seperti ketika dia telah meninggalkan mina dan naik kendaraan, akan tetapi terlambat dikarenakan kepadatan mobil atau semisalnya. Maka dia tidak diharuskan mengakhirkan. Karena keterlambatannya sampai terbenam matahari bukan karena pilihannya.
Kalau dia ingin keluar dari Mekkah menuju ke negaranya. Maka tidak diperbolehkan keluar sampai dia melakukan towaf wada’ berdasarkan sabda Nabi sallallahu’alaihi wa sallam:
" لا ينفر أحدٌ حتى يكون آخر عهده بالبيت " رواه مسلم (1327) ، وفي رواية : " أُمر الناس أن يكون آخر عهدهم بالبيت إلا أنه خُفف عن الحائض " رواه البخاري (1755) ومسلم (1328)
‘Jangan meninggalkan (Mekkah) sampai akhir perjumpaan dengan Ka’bah (towaf). HR. Muslim, 1327. Dalam redaksi lain, ‘Beliau memerintahkan kepada orang-orang agar terakhir perjumpaan dengan Ka’bah (towaf wada’) kecuali diberi keringanan untuk orang haid.’ HR. Bukhori, 1755 dan Muslim, 1328.
Orang haid dan nifas tidak perlu towaf wada’. Dan seyogyanya tidak perlu berdiri di pintu Masjidil Haram untuk berpisah. Karena tidak ada dari Nabi sallallahu’alaihi wa sallam.

11.  Tawah Wada
Towaf wada’ adalah terakhir perpisahan dengan Ka’bah ketika ingin bepergian. Kalau setelah wada’ dia tetap (berdiam) karena menunggu teman atau mengangkat barang-barangnya atau membeli keperluan di perjalanan tidak mengapa dan tidak perlu mengulang towaf. Kecuali kalau dia berniat mengakhirkan safarnya. Seperti dia ingin safar di pagi hari kemudian dia towaf wada’. Kemudian safarnya ditunda sampai petang hari contohnya. Maka dia harus mengulangi towaf agar terakhir perjumpaannya adalah dengan Ka’bah.

7.      Makna dan Hukum Umrah
Ø Makna Umrah
Umroh adalah mengunjungi Ka'bah (biatullah) untuk melaksanakan serangkaian kegiatan ibadah ( thawaf, sa'i, tahallul ) dengan syarat dan ketentuan yang telah ditetapkan dalam al-Qur'an maupun sunnah Rasulillah SAW.
Ø  Hukum melaksanakan Umrah
Hukum melaksanakan umroh sendiri adalah sunnah bagi setiap muslim yang mampu melaksanakannya, baik mampu secara materi maupun non materi. umroh sendiri dapat dilakukan kapan saja kecuali pada hari Arafah yaitu tanggal 10 Zulhijjah dan hari tasrik yaitu pada tanggal 11, 12 dan 13 Zulhijjah.
Sebagian ulama berpendapat bahwa hukum melaksankan umroh adalah wajib atau fardu bagi orang yang belum melaksankan sementara dia mampu untuk melaksanakannya.Naun demiakian ada pula sebagain ulama yang mengatakan bahwa ibadah umroh itu hukummnya sunnah mu'akkad.
Sebuah hadis yang diriwayatkan oleh imam Muslim mengatakan bahwa melaksanakan ibadah umroh pada bulan Ramadhan nilainya sama dengan melaksanakan ibadah haji
8.      Tata cara melaksanakkan Umrah
Ø  Jika seseorang akan melaksanakan umrah, dianjurkan untuk mempersiapkan diri sebelum berihram dengan mandi sebagaimana seorang yang mandi junub, memakai wangi-wangian yang terbaik jika ada dan memakai pakaian ihram.

Ø  Pakaian ihram bagi laki-laki berupa dua lembar kain ihran yang berfungsi sebagai sarung dan penutup pundak. Adapun bagi wanita, ia memakai pakaian yang telah disyari’atkan yang menutupi seluruh tubuhnya. Namun tidak dibenarkan memakai cadar/ niqab (penutup wajahnya) dan tidak dibolehkan memakai sarung tangan.


Ø  Berihram dari miqat untuk dengan mengucapkan:
9.      لَبَّيْكَ عُمْرَةً
labbaik ‘umroh” (aku memenuhi panggilan-Mu untuk menunaikan ibadah umrah).
Ø Jika khawatir tidak dapat menyelesaikan umrah karena sakit atau adanya penghalang lain, maka dibolehkan mengucapkan persyaratan setelah mengucapkan kalimat di atas dengan mengatakan,
10.  اللَّهُمَّ مَحِلِّي حَيْثُ حَبَسْتَنِي
Allahumma mahilli haitsu habastani” (Ya Allah, tempat tahallul di mana saja Engkau menahanku).
Dengan mengucapkan persyaratan ini—baik dalam umrah maupun ketika haji–, jika seseorang terhalang untuk menyempurnakan manasiknya, maka dia diperbolehkan bertahallalul dan tidak wajib membayar dam (menyembelih seekor kambing).
Ø  Tidak ada alat khusus untuk berihram, namun jika bertepatan dengan waktu shalat wajib, maka shalatlah lalu berihram setelah shalat.

Ø  Setelah mengucapkan “talbiah umrah” (pada poin ketiga), dilanjutkan dengan membaca dan memperbanyak talbiah berikut ini, sambil mengeraskan suara bagi laki-laki dan lirih bagi perempuan hingga tiba di Makkah:
11.  لَبَّيْكَ اللَّهُمَّ لَبَّيْكَ ، لَبَّيْكَ لَا شَرِيكَ لَك لَبَّيْكَ ، إنَّ الْحَمْدَ وَالنِّعْمَةَ لَك وَالْمُلْكَ لَا شَرِيكَ لَك
Labbaik Allahumma labbaik. Labbaik laa syariika laka labbaik. Innalhamda wan ni’mata, laka wal mulk, laa syariika lak”. (Aku menjawab panggilan-Mu ya Allah, aku menjawab panggilan-Mu, aku menjawab panggilan-Mu, tiada sekutu bagi-Mu,  aku menjawab panggilan-Mu. Sesungguhnya segala pujian, kenikmatan dan kekuasaan hanya milik-Mu, tiada sekutu bagi-Mu).
Ø  Jika memungkinkan, seseorang dianjurkan untuk mandi sebelum masuk kota Makkah.




Ø  Masuk Masjidil Haram dengan mendahulukan kaki kanan sambil membaca doa masuk masjid:
12.  اللَّهُمَّ افْتَحْ لِى أَبْوَابَ رَحْمَتِكَ.
Allahummaf-tahlii abwaaba rohmatik” (Ya Allah, bukakanlah untukku pintu-pintu rahmat-Mu).[1]

Ø  Menuju ke Hajar Aswad, lalu menghadapnya sambil membaca “Allahu akbar” atau “Bismillah Allahu akbar” lalu mengusapnya dengan tangan kanan dan menciumnya. Jika tidak memungkinkan untuk menciumnya, maka cukup dengan mengusapnya, lalu mencium tangan yang mengusap hajar Aswad. Jika tidak memungkinkan untuk mengusapnya, maka cukup dengan memberi isyarat kepadanya dengan tangan, namun tidak mencium tangan yang memberi isyarat. Ini dilakukan pada setiap putaran thawaf.

Ø  Kemudian, memulai thawaf umrah 7 putaran, dimulai dari Hajar Aswad dan berakhir di Hajar Aswad pula. Dan disunnahkan berlari-lari kecil pada 3 putaran pertama dan berjalan biasa pada 4 putaran terakhir.

Ø  Disunnahkan pula mengusap Rukun Yamani pada setiap putaran thawaf. Namun tidak dianjurkan mencium rukun Yamani. Dan apabila tidak memungkinkan untuk mengusapnya, maka tidak perlu memberi isyarat dengan tangan.
:
Ø  Ketika berada di antara Rukun Yamani dan Hajar Aswad, disunnahkan membaca,
13.  رَبَّنَا آَتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
Robbana aatina fid dunya hasanah, wa fil aakhiroti hasanah wa qina ‘adzaban naar” (Ya Rabb kami, karuniakanlah pada kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat serta selamatkanlah kami dari siksa neraka). (QS. Al Baqarah: 201)
Ø  Tidak ada dzikir atau bacaan tertentu pada waktu thawaf, selain yang disebutkan pada no. 12. Dan seseorang yang thawaf boleh membaca Al Qur’an atau do’a dan dzikir yang ia suka.
Ø  Setelah thawaf, menutup kedua pundaknya, lalu menuju ke makam Ibrahim sambil membaca,
14.  وَاتَّخِذُوا مِنْ مَقَامِ إِبْرَاهِيمَ مُصَلًّى
Wattakhodzu mim maqoomi ibroohiima musholla” (Dan jadikanlah sebahagian maqam Ibrahim tempat shalat) (QS. Al Baqarah: 125).
Ø  Shalat sunnah thawaf dua raka’at di belakang Maqam Ibrahim[2], pada rakaat pertama setelah membaca surat Al Fatihah, membaca surat Al Kaafirun dan pada raka’at kedua setelah membaca Al Fatihah, membaca surat Al Ikhlas.[3]

Ø  Setelah shalat disunnahkan minum air zam-zam dan menyirami kepada dengannya.

Ø  Kembali ke Hajar Aswad, bertakbir, lalu mengusap dan menciumnya jika hal itu memungkinkan atau mengusapnya atau memberi isyarat kepadanya.

Ø  Kemudian, menuju ke Bukit Shafa untuk melaksanakan sa’i umrah dan jika telah mendekati Shafa, membaca,
15.  إِنَّ الصَّفَا وَالْمَرْوَةَ مِنْ شَعَائِرِ اللَّهِ
Innash shafaa wal marwata min sya’airillah”  (Sesungguhnya Shafa dan Marwah adalah sebagian dari syiar Allah) (QS. Al Baqarah: 158).
Lalu mengucapan,
16.  نَبْدَأُ بِمَا بَدَأَ اللَّهُ بِهِ
Nabda-u bimaa bada-allah bih”.

  
Ø  Menaiki bukit Shafa, lalu menghadap ke arah Ka’bah hingga melihatnya—jika hal itu memungkinkan—, kemudian membaca:
17.  اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ  (3x)
18.  لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيكَ لَهُ لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ يُحْيِى وَيُمِيتُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَىْءٍ قَدِيرٌ
19.  لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ أَنْجَزَ وَعْدَهُ وَنَصَرَ عَبْدَهُ وَهَزَمَ الأَحْزَابَ وَحْدَهُ
“Allah Mahabesar, Allah Mahabesar, Allah Mahabesar. (3x)
Tiada sesembahan yang berhak disembah kecuali hanya Allah semata, tidak ada sekutu bagi-Nya. Milik-Nya lah segala kerajaan dan segala pujian untuk-Nya. Dia yang menghidupkan dan yang mematikan. Dia Mahakuasa atas segala sesuatu.
Tiada sesembahan yang berhak disembah kecuali hanya Allah semata. Dialah yang telah melaksanakan janji-Nya, menolong hamba-Nya dan mengalahkan tentara sekutu dengan sendirian.”[4]
Ø  Bacaan ini diulang tiga kali dan berdoa di antara pengulangan-pengulangan itu dengan do’a apa saja yang dikehendaki.

Ø  Lalu turun dari Shafa dan berjalan menuju ke Marwah.

Ø  Disunnahkan berlari-lari kecil dengan cepat dan sungguh-sungguh di antara dua tanda lampu hijau yang beada di Mas’a (tempat sa’i) bagi laki-laki, lalu berjalan biasa menuju Marwah dan menaikinya.

Ø  Setibanya di Marwah, kerjakanlah apa-apa yang dikerjakan di Shafa, yaitu menghadap kiblat, bertakbir, membaca dzikir pada no. 19 dan berdo’a dengan do’a apa saja yang dikehendaki, perjalanan (dari Shafa ke Marwah) dihitung satu putaran.


Ø  Kemudian turunlah, lalu menuju ke Shafa dengan berjalan di tempat yang ditentukan untuk berjalan dan berlari bagi laki-laki di tempat yang ditentukan untuk berlari, lalu naik ke Shafa dan lakukan seperti semula, dengan demikian terhitung dua putaran.

Ø  Lakukanlah hal ini sampai tujuh kali dengan berakhir di Marwah.

Ø  Ketika sa’i, tidak ada dzikir-dzikir tertentu, maka boleh berdzikir, berdo’a, atau membaca bacaan-bacaan yang dikehendaki.

Jika membaca do’a ini:
20.  اللَّهُمَّ اغْفِرْ وَارْحَمْ وَأَنْتَ الأَعَزُّ الأَكْرَمُ
Allahummaghfirli warham wa antal a’azzul akrom” (Ya Rabbku, ampuni dan rahmatilah aku. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Perkasa dan Maha Pemurah), tidaklah mengapa  karena telah diriwayatkan dari ‘Abdullah bin Mas’ud dan ‘Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma bahwasanya mereka membacanya ketika sa’i.
Ø  Setelah sa’i, maka bertahallul dengan memendekkan seluruh rambut kepala atau mencukur gundul, dan yang mencukur gundul itulah yang lebih afdhal. Adapun bagi wanita, cukup dengan memotong rambutnya sepanjang satu ruas jari.

 9. Mengunjungi Masjid Nabawi
Masjid Nabawi atau Al-Masjid an-Nabawī (pengucapan bahasa Arab: [ʔælˈmæsʤɪd ælnabawī] (Arab: المسجد النبوي); Masjid Nabi) adalah sebuah masjid yang didirikan secara langsung oleh Nabi Muhammad, berlokasi di pusat kota Madinah di Arab Saudi. Masjid Nabawi merupakan masjid ketiga yang dibangun dalam sejarah Islam dan kini menjadi salah satu masjid terbesar di dunia. Masjid ini menjadi tempat paling suci kedua dalam agama Islam, setelah Masjidil Haram di Mekkah. Masjid ini di buka setiap hari.
Masjid ini sebenarnya merupakan bekas rumah Nabi Muhammad yang dia tinggali setelah Hijrah (pindah) ke Madinah pada 622 M. Bangunan masjid sebenarnya di bangun tanpa atap. Masjid pada saat itu dijadikan tempat  berkumpulnya masyarakat, majelis, dan sekolah agama. Masjid ini juga merupakan salah satu tempat yang disebutkan namanya dalam Alquran. Kemajuan masjid ini tidak lepas dari pengaruh kemajuan penguasa-penguasa Islam.
 Pada 1909, tempat ini menjadi tempat pertama di Jazirah Arab yang diterangi pencahayaan listrik.[3] Masjid ini berada di bawah perlindungan dan pengawasan Penjaga Dua Tanah Suci.[4] Masjid ini secara lokasi berada tepat di tengah-tengah kota Madinah, dengan beberapa hotel dan pasar-pasar yang mengelilinginya. Masjid ini menjadi tujuan utama para jamaah Haji ataupun Umrah.[4] Beberapa jamaah mengunjungi makam Nabi Muhammad untuk menelusuri jejak kehidupannya di Madinah.[4]
Setelah perluasan besar-besaran di bawah Kesultanan Umayyah al-Walid I, dibuat tempat di atas peristirahtan terakhir Nabi Muhammad beserta dua Khalifah Rasyidin Abu Bakar dan Umar bin Khattab.[5] Salah satu fitur terkenal Masjid Nabawi adalah Kubah Hijau yang berada di tenggara masjid,[6] yang dulunya merupakan rumah Aisyah,[5] dimana kuburan Nabi Muhammad berada. Pada 1279, sebuah penutup yang terbuat dari kayu di bangun dan di renovasi sedikitnya dua kali yakni pada abad ke-15 dan pada 1817.[4] Kubah yang ada saat ini dibangun pada 1818 oleh Sultan Utsmaniyah Mahmud II,[6] dan di cat hijau pada 1837, sejak saat itulah kubah tersebut dikenal sebagai "Kubah Hijau".[5]


10. Pengertian Kurban dan Akikah
A. Pengertian Kurban
Kata kurban menurut bahasa berasal dari kata qarraba-yaqrabu-qurbanan, artinya mendekat atau dekat. Menurut istilah, kurban adalah menyembelih hewan ternak dengan tujuan mendekatkan diri kepada Allah SWT .Kurban merupakan istilah yang menunjukkan tujuan dari suatu ibadah, yaitu mendekatkan diri kepada Allah. Dalam ilmu fiqih, selain istilah kurban terdapat beberapa istilah lainnya, yaitu nahr dan udiyah, yang memiliki arti yang hampir sama, yaitu az zabhu atau menyembelih hewan. Dua istilah ini lebih menunjukkan praktek ibadah kurban yang disari’atkan, waktu pelaksanaan ibadah ini disebut yaumun nahri atau lebih dikenal dengan Idul Adha.
1.        Syarat binatang yang disembelih
Binatang yang sah untuk qurban ialah yang tidak bercacat, misalnya pincang, sangat kurus, sakit, putus telinga, putus ekornya, dan telah berumur sebagai berikut:
Ø  Hewan yang dikurbankan merupakan jenis hewan ternak, seperti kambing, sapi, atau bisa juga unta.
Ø  Usia hewan harus sudah tepat satu tahun atau lebih.
Ø  Terhindar dari adanya berbagai macam penyakit atau cacat.
Ø  Hewan yang dikurbankan harus milik dari orang yang akan melakukan kurban terkecuali telah dizinkan untuk mewakili baginya berkurban.
Ø  Tidak boleh berhubungan dengan hak dari orang lain, seperti hewan tersebut termasuk dalam hewan gadai atau hewan warisan yang belum dibagikan.
Ø  Hewan disembelih pada waktu yang sudah ditentukan, jika belum waktunya atau sudah melebihi waktunya maka kurban tersebut tidak sah.

2.  Syarat orang yang berkurban.
1). Orang yang berkurban harus mampu menyediakan hewan kurban pribadi.
2). Orang yang berkurban harus balig dan berakal sehat.


3. Waktu penyembelihan hewan qurban.
Penyembelihan hewan biasanya dimulai saat matahari melambung dari terbitnya pada hari idul adha yaitu tanggal 10 Dzulhijjah, kira-kira cukup untuk melaksanakan shalat dua raka’at dan khutbah dua kali yang cepat (cukup melaksanakan rukun-rukunnya) sampai terbenamnya matahari pada akhir hari tasyrik yaitu tanggal 13 Dzulhijjah. Namun, yang paling utama penyembelihan dilaksanakan setelah selesai shalat Idul Adha sekira matahari sudah kadar satu tombak. Sebaiknya penyembelihan di tempat yang enak, tidak keras. Dilaksanakan pada siang hari kecuali ada hajat, maka pada malam hari.

4.  Adapun cara menyembelih hewan qurban adalah sebagai berikut:
      a.)  Cara menyembelih sama dengan penyembelihan yang disyaratkan Islam, yakni
penyembelih harus orang Islam (khusus qurban, sunnah penyembelih adalah yang
berqurban sendiri, jika diwakilkan disunatkan hadiri pada waktu penyembelihannya).
b.)    Alat untuk menyembelih harus benda tajam. Tidak boleh menggunakan gigi, kuku dan
tulang.
     c.) Memotong 2 urat yang ada di kiri-kanan leher agar lekas matinya, tetapi jangan sampai putus lehernya (makruh).
     d.) Binatang yang disembelih hendaklah digulingkan ke sebelah kiri tulang rusuknya agar mudah saat penyembelihan.
e.)  Hewan yang disembelih disunnahkan dihadapkan ke arah Kiblat.
f.)   Orang yang menyembelih disunatkan membaca:
ü  Basmalah
ü   Shalawat
ü   Takbir
ü   Do’a

5.  Hukum Kurban
Hukum kurban ada 3 yaitu;
a.       Wajib bagi orang yang mamapu.
Kurban wajib bagi yang mampu, dijelaskan oleh firman Allah QS. Al-Kautsar
ayat 1-3:
Artinya: ”Sesungguhnya kami telah memberikan kepadamu nikmat yang
banyak. Maka dirikan lah shalat karena Tuhanmu dan berkubanlah.
Sesungguhnya orang-orang yang membenci kamu dialah yang terputus.”
      b.      Sunah.
Nabi SAW bersabda: ”Saya diperintah untuk menyembelih kurban dan
kurban itu sunnah bagi kamu.”
      c.       Sunah Muakad.
Berdasarkan hadist riwayat Daruqutni, yang artinya; ”Diwajibkan melaksanakan kurban bagiku dan tidak wajib atas kamu.”

              6.  Pendistribusian Daging Qurban
Terdapat beberapa ayat Al-Qur’an dan hadits shahih yang menjelaskan pembagian daging hewan kurban. Ayat Al-Qur’an yang menjelaskannya adalah firman Allah Ta’ala:
s"upaya mereka menyaksikan berbagai manfaat bagi mereka dan supaya mereka menyebut nama Allah pada hari yang telah ditentukan[yaitu tanggal 10-13 Dzulhijah] atas rezki yang Allah telah berikan kepada mereka berupa binatang ternak. Maka makanlah sebahagian daripadanya dan (sebahagian lagi) berikanlah untuk dimakan orang-orang yang sengsara dan fakir.”
 (QS. Al-Hajj [22]: 28)

"Dan bagi tiap-tiap umat telah Kami syariatkan penyembelihan (hewan kurban), supaya mereka menyebut nama Allah terhadap binatang ternak yang telah direzkikan Allah kepada mereka.
(QS. Al-Hajj [22]: 34)

B. Pengertian Akikah

Menurut bahasa, aqiqah berarti menyembelih atau memotong. Sedangkan menurut istilah, aqiqah adalah menyembelih hewan sebagai rasa syukur kepada Allah atas kelahiran anak. Penyembelihan hewan aqiqah ini disertai dengan pencukuran rambut anak dan pemberian nama jika dilaksanakan sebelum diberikan nama. Akikah hukumnya sunah bagi orang tua. Hal ini sesuai dengan sebuah hadis nabi Muhammad saw. Bersabda sebagai berikut;
Yang artinya;“ anak yang baru lahir itu tergadai dengan akikahnya yang disembelih baginya pada hari ke-7, dicukur rambutnya, dan diberi nama.” ( H.R. Ahmad dan Tirmidzi ).
1. Syarat-syarat melaksanakan aqiqah yaitu:
v  Dari sudut umur binatang Aqiqah & Qurban sama saja, yaitu;
a). Domba yang telah berumur satu tahun lebih atau sudah berganti gigi.
b). Kambing yang telah berumur dua tahun atau lebih.
v  Sembelihan aqiqah dipotong mengikut sendinya dengan tidak memecahkan
tulang sesuai dengan tujuan aqiqah itu sebagai “Fida”(mempertalikan ikatan diri anak dengan Allah swt).
v  Sunat dimasak dan dibagi atau dijamu fakir dan miskin, ahli keluarga, tetangga,
saudara. Berbeda dengan daging qurban, sunnah dibagikan daging yang belum
dimasak.
v  Anak lelaki disunnahkan aqiqah dengan dua ekor kambing dan satu ekor untuk anak perempuan kerana mengikut sunnah Rasulullah.

2. Waktu Pelaksaan Aqiqah
Pelaksanaan  akikah  disunnahkan  pada  hari  yang  ketujuh  dari  kelahiran,  ini  berdasarkan sabda Nabi Muhammad saw , yang telah disebutkan diatas. Dan  bila  tidak  bisa  melaksanakannya  pada  hari  ketujuh,  maka  bisa  dilaksanakan  pada hari  ke  empat  belas,  dan  bila  tidak  bisa,  maka  pada  hari  ke  dua  puluh  satu,  ini berdasarkan  hadis  Abdullah  Ibnu  Buraidah  dari  ayahnya  dari  Nabi  Muhammad saw,  beliau  berkata  yang  artinya:
 “Hewan  akikah  itu  disembelih  pada  hari  ketujuh, keempat belas, dan keduapuluhsatu. ” (Hadis hasan riwayat Al Baihaqiy).
Sedangkan  untuk  Bayi  yang  meninggal  dunia  sebelum  hari  ketujuh  disunnahkan  juga untuk  disembelihkan  akikahnya,  bahkan  meskipun  bayi  yang  keguguran  dengan  syarat sudah  berusia  empat  bulan  di  dalam  kandungan  ibunya.Namun  bila  seseorang  yang belum  di  sembelihkan  hewan  akikah  oleh  orang  tuanya  hingga  ia  besar ,  maka  dia  bisa menyembelih  akikah  dari  dirinya  sendiri,  Syaikh  Shalih  Al  Fauzan  berkata:  Dan  bila  tidak diakikahi oleh ayahnya kemudian dia mengaqiqahi dirinya sendiri maka hal itu tidak apa-apa.”

3. Hukum Aqiqah
Hukum aqiqah adalah sunnah mu’akkad. Aqiqah bagi anak laki-laki dengan dua ekor kambing, sedangkan bagi wanita dengan seekor kambing. Apabila mencukupkan diri dengan seekor kambing bagi anak laki-laki, itu juga diperbolehkan. Anjuran aqiqah ini menjadi kewajiban ayah (yang menanggung nafkah anak). Apabila ketika waktu dianjurkannya aqiqah (misalnya tujuh hari kelahiran), orang tua dalam keadaan faqir (tidak mampu), maka ia tidak diperintahkan untuk aqiqah. Karena Allah Ta’ala berfirman (yang artinya),
 Bertakwalah kepada Allah semampu kalian” (QS. At Taghobun: 16)

4. Hikmah Aqiqah
Sejak seorang suami memancarkan sperma kepada istrinya, lalu sperma itu berlomba-lomba mendatangi panggilan indung telur melalui signyal kimiawi yang dipancarkan darinya, sejak itu tanpa banyak disadari oleh manusia, sesungguhnya setan jin sudah mengadakan penyerangan kepada calon anak mereka. Hal tersebut dilakukan oleh jin dalam rangka membangun pondasi di dalam janin yang masih sangat lemah itu, supaya kelak di saat anak manusia tersebut menjadi dewasa dan kuat, setan jin tetap dapat menguasai target sasarannya itu. Maka sejak itu pula Rasulullah saw. telah mengajarkan kepada umatnya cara menangkal serangan yang sangat membahayakan itu sebagaimana yang disampaikan Beliau saw. melalui sabdanya berikut ini yang artinya;
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas r.a berkata: Rasulullah s.a.w pernah bersabda: apabila seseorang diantara kamu ingin bersetubuh dengan isterinya hendaklah dia membaca;
Yang artinya: “Dengan nama Allah yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Wahai Tuhanku! Jauhkanlah kami dari setan dan jauhkanlah setan dari apa yang Engkau karuniakan kepada kami. Sekiranya hubungan aantara suami istri itu ditakdirkan mendapat seorang anak.

5.  Fungsi Aqiqah
Ada  beberapa  fungsi  atau  hikmah  bagi  orang-orang  yang  mengerjakan  aqiqah, antara
lain :
a)      Sebagai  bukti  rasa  sukur  orang  tua  kepada  Allah  swt,  atas  nikmat  yang  diberikannya berupa anak.
b)      Membiasakan  bagi  orang  tua  untuk  berqorban  demi  kepentingan  anaknya  yang  baru lahir .
c)      Sebagai  penebus  gadai  anak  dari  Allah  swt,  sehingga  anak  menjadi  hak  baginya  dalam beramal dan beribadah.
d)     Hubungan  dengan  tetangga  dan  sanak  kerabat  lebih  erat  dengan  adanya  pembagian daging aqiqah.
e)   Sebagai  wujud  menteladani  sunah  Rasulullah  saw ,  sehingga  akan  memperoleh  nilai pahala disisi Allah swt.
f)    Menghilangkan gangguan dari sesuatu yang tidak baik terhadapsi anak.


BAB III
KESIMPULAN

A.    Kesimpulan
Berdasarkan makalah yang membahas tuntas tentang haji dan umroh, dapat disimpulkan :
1.       Haji berarti bersengaja mendatangi Baitullah (ka’bah) untuk melakukan beberapa amal ibadah dengan tata cara yang tertentu dan dilaksanakan pada waktu tertentu pula, menurut syarat-syarat yang ditentukan oleh syara’, semata-mata mencari ridho Allah.
2.       Umrah ialah menziarahi ka’bah, melakukan tawaf di sekelilingnya, bersa’yu antara Shafa dan Marwah dan mencukur atau menggunting rambut.
3.       Ketaatan kepada Allah SWT itulah tujuan utama dalam melakukan ibadah haji.
Disamping itu juga untuk menunjukkan kebesaran Allah SWT.
4.       Dasar Hukum Perintah Haji atau umrah terdapat dalam QS. Ali- Imran 97.
5.       Untuk dapat menjalankan ibadah haji dan umrah harus memenuhi syarat, rukun dan wajib haji atau umroh.
.
B.     Saran
Dalam menyusun makalah ini mungkin belumlah sempurna maka dari itu kami berharap untuk hendaknya memberikan kami penjelasan lebih atau pemberian contoh yang jelas, agar kami dapat memperbaiki makalah yang kami susun di kemudian hari.


DAFTAR PUSTAKA
Zarkasyi, Imam.1995.Pelajaran Fiqih 2.Ponorogo:Trimurti Press

Al-Qur’anul Karim
Kitab-Kitab Hadits





















No comments:

Post a Comment